Harga dan Duit Itu Tidak Bisa Berbohong

Jum'at, 27 Februari 2015 - 13:13 WIB
Harga dan Duit Itu Tidak...
Harga dan Duit Itu Tidak Bisa Berbohong
A A A
Dari dulu saya selalu percaya, hanya ada dua hal yang tidak bisa berbohong di bumi ini selama belum kiamat. Harga dan duit! Adalah hukum alam, ada kualitas, ada harga dengan pembayaran uang.

Satu hal yang pasti di dunia ini selama berabad-abad, kualitas yang terbaik, pasti harganya juga juara, berbanding berjalan lurus dan tidak pernah ada yang ketinggalan. Belum lama ini, di sebuah stasiun TV, saya melihat bagaimana biola terbaik di dunia, Stradivarius “diperkirakan” dibuat. Dari awal masa pembuatan biola yang sepanjang zaman jadi kontroversi, biola ini selalu dilabel sebagai biola terbaik yang pernah ada di dunia.

Harganya, tidak kalah dari harga lukisan pelukis kelas dunia yang pernah ada dalam sejarah. Biola yang jumlahnya sangat terbatas dan dibuat sendiri oleh Herr Stradivarius, jadi buruan para kolektor, baik yang memang bisa memainkan biola maupun yang mengoleksinya sebagai benda seni atau investasi. Bahkan, museum-museum terbaik di dunia juga berlomba untuk mengoleksi benda ini.

Price tag harga biola ini, tidak lagi didasari material pembuatannya, craftmanship -nya, tapi sudah banyak faktor “xxx” yang menentukan price tag -nya. Setelah saya melihat acara TV itu, saya jadi terhenyak, memang harga dan duit itu selamanya tidak akan pernah bisa berbohong. Ada juga hukum alam yang sering terlihat dan menjadi fenomena di dunia.

Bahkan, di Indonesia, semahal apa pun suatu barang yang benar-benar bagus, pasti ada pembelinya. Coba deh perhatikan, yang justru terlihat begitu mudah dijual itu adalah sesuatu yang mahal banget karena memang kualitasnya enggak main-main. Atau sekalian yang benar-benar abal-abal di kaki lima. Semua yang serba nanggung , biasa justru jauh lebih sulit dijual.

Belum lama ini saya diundang launching sebuah apartemen di Jakarta yang satu unitnya dihargai Rp10 miliar. Sebagai orang yang lama bekerja dan pernah merintis karier urusan jualmenjual apartemen dari tahun 1990-an, saya sempat terhenyak. Pemiliknya pede banget menghargai jualannya. Konsep andalan berbalut packaging supermewah mampu “menggoreng” harga apartemen yang luasnya mulai 180 meter persegi.

Sepertinya sih kata kuncinya adalah last piece of land. Padahal sih enggak last piece of land juga. Sungguh sakti mandraguna sehingga mampu membuat saya sempat terkagetkaget, ternyata apartemen eksklusif ini laris manis bak jualan di kedai es yoghurt berbalut serbuk emas yang baru buka di Grand Indonesia. Apa pun itu, konseptornya hebat banget deh.

Saya jadi berpikir, apa jangan-jangan saya yang masih kurang pergaulan sehingga tidak tahu kalau ternyata di luar sana banyak banget orang-orang Indonesia yang kaya raya yang sanggup membeli apartemen semahal ini seperti membeli sesuatu kalau lagi usil atau sekadar iseng-iseng kala sore hari saat menghadiri jamuan minum teh di sebuah hotel berbintang lima.

Saya juga merasa apa pun usaha dan produk kita, selain punya modal yang kuat, harus ada business development team yang canggih, konseptor yang penuh inovasi, dan kreativitas orisinal yang tidak tertandingi. Pionir adalah selalu yang terdepan walaupun di awal lebih sering terasa aneh, tidak lazim atau malah dilecehkan orang.

Konsep menjual properti, “besok harga naik” atau “minggu depan naik”, atau apa pun itu, pada awal konsep ini diledakkan ke publik, terasa banget janggal buat yang mendengarnya. Namun, intensitas yang luar biasa kampanye on air dan off air “besok harga naik” sanggup menyihir jutaan pemirsa dan potential buyer.

Sugesti yang luar biasa bukan? Hasilnya sungguh sepadan dengan biaya kampanye yang luar biasa mahal. Saya pribadi melihatnya seperti atau mungkin ini lebih tepat disebut “berjudi” dan rasanya tidak semua pengusaha punya keberanian untuk “berjudi” model begini.

Tahun lalu saya sempat menghadiri sebuah trunk show haute couture rumah mode Paris di sebuah hotel bintang lima di Jakarta. Harga termurah dari baju yang dipajang dan diperagakan dalam mini fashion show yang pengunjungnya sangat terbatas, Rp100 juta . Mulanya saya malas sekali datang ke acara ini. Karena bukan saya banget, beli sebuah dress seharga Rp100 juta sehelai.

Namun, demi sebuah hubungan baik dengan seseorang dan networking serta pengetahuan yang hanya bisa segelintir orang punya kesempatan, berangkatlah saya. Memang di situ saya melihat bahwa kualitas prima, price tag, dan duit itu sama sekali tidak bisa berbohong. Mereka adalah sahabat baik yang tidak bisa terpisahkan.

Setiap helai gaun (kebanyakan gaun pesta) dibuat dengan masa pengerjaan tangan manual lebih dari 1.000 jam, bahan material tekstilnya ditenun sendiri, dan ada juga yang di-print terbatas secara eksklusif hanya untuk rumah mode tersebut. Begitu juga material pelengkap lainnya, seperti kancing, resleting, benang, pelapis, dan lain-lainnya.

Adapun yang diperagakan oleh model saat fashion show hanya sampel dan jika ada yang berminat, maka bisa memesannya secara khusus dan dibuat personal custom made dan jika bajunya sudah selesai, Anda akan dipanggil untuk fitting di Paris sebelum baju itu benarbenar pas melekat di badan Anda. Bak kulit kedua, baju itu tidak akan pernah dinyatakan finis.

Karenanya, tidak usah heran jika price tag -nya bisa buat mual rakyat kebanyakan di negara yang sedang berkembang meski kita dari negara berkembang, ada beberapa loh di antara kita yang pelanggan tetap rumah mode ini. Orang Indonesia memang luar biasa deh untuk urusan shopping.

Negara boleh sering diberitakan nyaris “bangkrut”, bahasan nilai tukar rupiah sepertinya sudah tidak menarik lagi, polemik politik semakin hari semakin seru, bahkan lebih seru dari sinetron paling panjang sekalipun dan tidak pernah ada yang pusing duit halal atau haram sepanjang duit itu jelas warnanya, merah atau hijau.

Welcome to Republic Indonesia!
Shopping is our DNA.
Love Miss Jinjing

MISS JINJING
Konsultan Fashion
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0891 seconds (0.1#10.140)